Teruntuk Ibuku Tersayang, yang Kini Sudah Bahagia di Surga
“Sudah lama kita tidak berjumpa.
Sudah berapa tahun lamanya sejak engkau meninggalkan dunia?”
Bagaimana keadaan ibu di sana? Apakah ibu masih sama seperti ketika terakhir kali kita bersama? Semoga ibu tersenyum padaku dari surga, ditemani para malaikat.
Sejak kepergian ibu, banyak peristiwa telah terjadi di dunia ini. Sekarang, aku telah menjadi wanita dewasa yang tidak lagi gemar merengek atau bertingkah seperti anak manja. Aku berhasil menyelesaikan studiku dan kini berjuang menapaki karier sendiri.
Sejujurnya, aku sangat ingin ibu masih bersama kita di sini, menjadi saksi perjalanan hidupku hingga aku mencapai tahap menjadi wanita dewasa seperti saat ini.
Aku merindukan sentuhan lembut tangan ibu yang selalu membelai rambutku. Nostalgia juga hadir dengan candaan ringan yang selalu dikeluarkan oleh ibu. Bahkan, aku merindukan saat-saat ibu memberikan nasihat yang familiar atau menceritakan kembali kisah masa muda ibu yang selalu diulang-ulang.
Ah, andai saja ibu masih bersama kita di sini. Kita pasti masih bisa saling berbagi cerita. Ibu pasti akan menceritakan kembali kisah masa ketika Indonesia sedang dilanda reformasi, ata keluhan ibu tentang harga-harga bahan pokok, dan aku mungkin akan mengajarkan ibu cara menggunakan teknologi modern. Mungkin.
Ibu memegang peran yang sangat penting dalam kenangan masa kecilku. Ingatan itu masih segar tentang bagaimana kita sering menghabiskan waktu bersama, Bu. Ingatkah ibu saat senang membuatkan aku dan adik-adik baju?
Ya, itu baju yang ibu jahit sendiri. Bahkan, ibu rela begadang hingga larut demi menyelesaikan satu set baju. Ibu selalu memberi kami kebebasan untuk memilih corak kain dan model baju sesuai keinginan kami.
Ini bukan hanya untuk mengasah keahlian menjahit yang dimiliki ibu, tetapi juga sebagai bentuk kasih sayang yang ibu berikan kepada kami.
Aku juga masih mengingat saat hari libur tiba, kegembiraan kami, aku dan adik-adik, ketika menginap di rumah nenek dan berkumpul dengan kerabat lainnya.
Ibu tak pernah lupa menyiapkan hidangan, mulai dari camilan hingga makan malam. Camilan buatan ibu selalu lezat, dibuat dengan takaran kasih sayang yang pas. Begitu juga dengan masakan ibu, membuat mulut ini tak berhenti mengunyah.
Tak hanya saat liburan, rumah kakek dan nenek selalu menjadi tempat utama ketika ayah dan ibu sibuk bekerja dan harus menitipkan aku dan adik-adik untuk sementara.
Ketika aku sakit, ibu selalu dengan senang hati merawatku, ah mengenangnya saja kenapa malah membuat hati ini pilu.
Betapa indahnya masa lalu, ketika aku masih bisa merasakan kehangatan bermanja-manja dengan ayah dan ibu. Sayangnya, seiring dengan tumbuh dewasa, aku mulai terperangkap dalam kesibukan dan dunia pribadiku sendiri. Kujauhkan diri dari obrolan hangat di rumah dengan larut pada duniaku sendiri.
Semakin aku memasuki masa remaja, kesibukan dan banyaknya teman membuatku semakin jarang menghabiskan waktu bersama ibu.
Lebih suka berdiskusi tentang hal-hal sepele dengan teman-temanku daripada mendengarkan kisah-kisah hidup ibu yang penuh nostalgia.
Kesibukan yang semakin memuncak, atau mungkin lebih tepatnya, kesibukan yang sengaja kuciptakan. Saat momen berkumpul keluarga tiba, aku lebih memilih menatap layar gadget daripada menyisihkan waktu untuk ibu.
Saking tenggelamnya dalam dunia virtual, aku menyadari bahwa ibu pasti merasa terpinggirkan dan kesepian. Ibu sedih karena perhatiannya dengan mudah tergantikan oleh kehadiran dunia maya yang sebenarnya tak nyata.
Pada beberapa kesempatan, aku bahkan mengabaikan pesan dari ayah dan ibu yang menyampaikan kerinduan ibu untuk bertemu denganku. Aku merasa bahwa usia ibu masih panjang, sehingga tak apa jika aku mengorbankan waktu bersamanya demi menghabiskan waktu dengan teman-teman sebaya.
Aku yakin masih ada anak ibu lain yang akan mengobati kerinduannya. Namun, ternyata perkiraanku keliru; usia ibu ternyata tak sepanjang yang aku kira.
Oh, maafkan aku, ibu. Dahulu, sebagai seorang anak kecil, aku belum menyadari betapa menyakitkannya jika diabaikan.
Akhirnya, hari yang tidak diinginkan tiba. Hari di mana kesehatan ibu mulai merosot dan hanya mampu terbaring lemah di atas tempat tidur. Aku selalu menyesali hari itu. Tidak pernah terlintas dalam pikiranku bahwa suatu saat aku akan menghadapi momen seperti itu.
Ya, hari di mana kesehatan ibu mulai menurun, dan tanda-tanda penyakit yang jelas tergambar di wajahnya. Ibu tidak lagi tampak sehat seperti dulu ketika bisa menyajikan camilan untuk kami.
Sebaliknya, ibu lebih sering terbaring lemah di tempat tidur. Bahkan, aku dan saudara-saudara aku harus duduk di sekitar tempat tidur ibu agar bisa berbincang-bincang dengannya.
Ketika ibu berada dalam keadaan lemah, aku mulai menyadari bahwa aku tidak memanfaatkan waktu yang berharga saat bertemu dengannya di dunia ini.
Aku menghabiskan waktu yang berharga hanya untuk bersenang-senang dengan teman atau terlalu terlibat dalam dunia maya yang sebenarnya tidak terlalu penting.
Maafkan aku, ibu. Aku berharap diberi kesempatan untuk mengubah perilakuku sekali lagi. Jika mungkin, aku ingin kembali ke masa lalu untuk dapat memanfaatkan waktu saat ibu masih bersama kami.
Hanya tinggal rasa sedih dan penyesalan yang kini terus menghantui aku. Hingga detik ini, aku masih menyalahkan diri sendiri.
Penyesalan terus menghantui aku, mengapa aku tidak selalu berada di samping ibu? Mengapa aku memilih untuk mengabaikan daripada menemaninya?
Mungkin rasa sesal ini menjadi pengingat keras bahwa aku tidak boleh lagi mengabaikan orang-orang terkasih dalam hidupku.
Ah, ibu, tahukah engkau bahwa terkadang aku merasa cemburu melihat beberapa teman yang masih memiliki ibu hingga saat ini?
Aku iri dengan kedekatan mereka, bertanya-tanya mengapa mereka masih dapat merasakan kehadiran ibu, sementara ibuku telah pergi lebih dulu?
Melihat hubungan akrab teman-teman ku dengan ibu mereka membuatku merindukan kenangan indah yang pernah kami alami bersama.
Kenangan saat kami saling berbagi cerita, atau ketika ibu selalu memenuhi keinginanku dengan membelikan mainan dan barang-barang yang aku inginkan.
Ah, kenangan bersama ibu tidak akan pernah terlupakan, dan sulit untuk aku tuangkan semua dalam surat ini.
Namun, seandainya ibu tahu bahwa kenangan manis bersama ibu akan selalu terpatri dalam benak dan juga di dalam lubuk hatiku.
Mungkin, esok hari ketika tanggung jawab menjadi seorang ibu datang padaku, aku akan berusaha mencontoh sifat-sifat baik ibu sepenuh hati.
Aku belajar begitu banyak dari ibu, tentang memahami bahwa arti sejati dari hidup adalah menerima dan mencintai dengan tulus.
Ibu, sampai saat ini, aku belum pernah menyatakan perasaanku secara langsung padamu, bahwa aku sangat mengagumi dan mencintaimu.
Mungkin rasa ini belum begitu jelas terasa saat aku masih muda, namun sekarang aku yakin bahwa ibu telah memberikan kontribusi besar dalam membentuk masa kecilku menjadi periode yang penuh kebahagiaan.
“Aku sungguh mencintaimu, ibu. Aku berharap suatu hari nanti kita dapat berkumpul kembali di surga.”
Dariku,
anakmu yang sangat merindu
Tuliskan Komentar